Khutbah I
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِن سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ
اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَقَالَ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا
إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا ، عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ،
صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ، أَمَّا بَعْدُ
Hadirin sidang jumah yang dirahamti Allah,
Saya
mengajak diri saya dan para jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan kualitas
takwa dan iman kepada Alloh, dengan menjalankan semua perintah Alloh disertai
hati yang ikhlas dan sabar dalam beristiqomah, serta menjauhi laranganNya
Agar
Aplikasi keimanan dan ketakwaan kita sempurna, marilah selalu bersyukur atas
karunia dan nikmat yang telah dicurahkan Alloh kepada kita. Dan mari selalu
mempertahankan kecintaan kita kepada Rasulullah dengan senantiasa bersholawat
atas beliau “ Allohumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammad “
Hadirin hafidhakumullah,
Sebagai
bekal mengakhiri tahun 2019 dan menyongsong tahun 2020, marilah kita melakukan
intrispeksi dan muhasabah, agar kualitas kehidupan kita meningkat secara
lahiriyah dan ruhaniyah.
Sebagai manusia biasa, kita tentu tak
punya jaminan terlepas dari jeratan dosa. Namun, kondisi ini sudah diantisipasi
oleh Allah subhanahu wata’ala, selaku Dzat yang maha mencipta dan maha
mengetahui keadaan makhluk yang diciptakan-Nya. Karena itu, Allah telah
memerintahkan kita untuk bertaubat, sebagaimana surah at-Tahrim ayat 8
yang khatib bacakan pada muqadimah tadi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَصُوحًا
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang
semurni-murninya).”
Melalui ayat di atas, meski tidak secara
eksplisit, Allah juga hendak berpesan kepada para hamba-Nya bahwa Dia
membukakan pintu ampunan kepada mereka. Sebab tidak mungkin rasanya jika Allah
memerintahkan hamba-Nya bertaubat, sementara Dia menutup pintu ampunan. Namun,
ampunan itu tidak serta merta diberikan kepada kita selaku hamba sampai kita
berusaha keras mendapatkannya. Salah satunya dengan bertaubat nasuha tadi.
Lanjutan ayat tersebut menyebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Mudah-mudahan
Rabbmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya.”
Allah menggunakan kata ‘asâ yang berarti
‘mudah-mudahan’. Penggunaan kata mudah-mudahan mengindikasikan kepada kita
bahwa Allah tidak memastikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertaubat.
Ketidakpastian ini, dimaknai oleh para ulama, bukan berarti kita sia-sia ketika
bertaubat, melainkan ketidakpastian tersebut harus dipahami agar kita
sungguh-sungguh menjalankan taubat dan meyakinkan Allah bahwa kita benar-benar
hamba yang layak mendapatkan ampunan-Nya. Begitulah Allah menawarkan ampunan
yang menjadi hak prerogatif-Nya tetapi keberhasilannya ditentukan oleh
kehendak-Nya dan seberapa besar kesungguhan hamba-Nya untuk mendapatkan ampunan
tersebut. Karena itu, tugas kita adalah berusaha menjalankan perintah Allah
untuk taubat nasuha dan berusaha meyakinkan Allah bahwa kita adalah hamba yang
layak mendapat ampunan dari-Nya.
Adapun yang dimaksud dengan taubat
nasuha adalah taubat yang dijalankan dengan semaksimal mungkin, artinya tidak
setengah-setengah, atau tidak sekadar main-main. Artinya hari ini kita
bertaubat, esok kita berdosa lagi, esoknya bertaubat lagi, dan seterusnya.
Lebih jauh para ulama merinci sejumlah
syarat taubat nasuha. Pertama, adalah niat kita bertaubat harus tulus dan
ikhlas, bukan karena ingin dipuji seseorang, atau hanya karena ingin terlihat
saleh dan religius. Karenanya, taubat ini harus dibangun atas niat yang lurus,
benar-benar mengharap rida dan ampunan-Nya.
Kedua, para ulama menyebut, syarat
taubat nasuha itu menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Di sinilah
sulitnya bertaubat kepada Allah, sebab hati kita seringkali sulit diajak
menyesali perbuatan salah yang telah dilakukan. Bagaimana kita akan taubat
bersungguh-sungguh jika hati kita tak menyesal atau tidak mengakui kesalahan.
Ketiga, syarat taubat nasuha ialah menghentikan semampu mungkin
segala dosa, baik kecil maupun besar. Sebab tak ada dosa kecil jika dilakukan
secara terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan taubat.
Yang dimaksud berhenti adalah tidak hanya berhenti dari dosa yang kita taubati,
tetapi dari segala dosa, jika kita ingin betul-betul mencapat derajat nasuha.
Selama ini barangkali masih ada yang memahami bahwa taubat adalah menghentikan
dosa tertentu, tetapi masih merasa suka mengerjakan dosa yang lain. Maka dalam
konsep taubat nasuha, semua dosa, semampu mungkin harus kita tinggalkan.
Berikutnya,
jika kita ingin meraih taubat nasuha, kita harus bertekad untuk tidak
mengulangi dosa yang sama di masa yang akan datang, begitu juga dosa-dosa yang
lain. Para ulama menegaskan, selain bertekad tidak mengulangi, kita
berusaha mengganti atau menebus kesalahan yang telah lalu. Contohnya, jika kita
pernah meninggalkan kewajiban, maka gantilah. Jika ada shalat atau puasa yang
pernah ditinggal, maka gantilah dengan qadha. Jangan karena kita merasa sudah
bertaubat, kesalahan yang lalu dianggap sudah selesai. Jika kita dulu tidak
mengeluarkan zakat, maka keluarkanlah sekarang. Jika sebelumnya tidak pernah
shalat dan puasa, maka setelah taubat kewajiban itu ditunaikan.
Hadirin sekalin,
taubat seorang muslim berbeda dengan
seorang non muslim yang masuk Islam. Bagi seorang muslim,
kewajiban-kewajibannya yang telah lalu menurut pendapat yang rajih, tetap harus
diganti, sementara non muslim ketika masuk Islam, maka kewajiban yang telah
lalu, tidak perlu diganti atau diqadha.
Selanjutnya, syarat taubat nasuha adalah
dilakukan pada waktunya. Ini artinya, taubat pun ada waktunya. Lewat dari waktu
itu, kita tidak akan diterima. Waktu taubat tersebut ada yang bersifat umum,
dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah selama matahari masih
terbit dari timur dan terbenam di barat. Maka, bertaubat setelah matahari
terbit dari barat maka taubat tidak ada artinya. Sebab itu tanda berakhirnya
zaman dan tanda runtuhnya alam. Sebagaimana firman Allah, yang artinya:
“ Kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat
lagi keimanan seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu,
atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa keimanannya, (QS. al-An‘am
[6]: 158).
Sementara waktu khusus adalah saat ajal
menjelang mati alias sakaratul maut. Karena itu, manakala ajal datang, maka
tidak ada artinya taubat yang kita lakukan, berdasarkan firman Allah dalam
surah an-Nisa’,
“ Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) apabila ajal datang kepada seseorang di antara
mereka “ (QS. an-Nisa’ [4]: 18).
Hadirin sekalian,
Namun syarat-syarat di atas merupakan
syarat taubat yang dosanya berkaitan langsung dengan hak Allah. Sementara, jika
dosanya menyangkut hak sesama manusia maka kita harus terlebih dahulu memohon
maaf kepada yang bersangkutan atau kepada orang yang pernah kita zalimi,
sebelum memohon ampunan kepada Allah. Jika ada yang pernah kita rampas, maka
segeralah kembalikan. Bagaimana jika yang bersangkutan sudah tiada dan sulit
ditemui, maka banyak-banyaklah memohon ampunan untuknya. Agar amal ibadah kita
kelak tidak diambil oleh yang yang bersangkutan, sebagai penebus kesalahan
kita.
Itulah perintah Allah kepada kita semua untuk
bertaubat dan jangan pernah kita abaikan. Sebab, tidaklah Allah memerintahkan
sesuatu kecuali untuk kemaslahan para hamba-Nya. Tdaklah Allah memerintahkan
taubat kecuali untuk kebaikan kita semua agar segera menyadari kesalahan yang
pernah diperbuat sekaligus sebagai salah satu cara memperbaiki keadaan. Boleh
jadi, kerusakan, bencana, musibah, malapetka, yang sedang menimpa kita atau
saudara-saudara kita adalah akibat kesalahan, ulah tangan, dan pelanggaran kita
terhadap tuntunan Allah dan rasul-Nya. Asumsi ini tentu tidak berlebihan jika
kita melihat salah satu firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ
عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah rasul, takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang
pedih,” (QS. an-Nur [24]: 63).
Hadirin
rahimakumullah,
Begitulah
cara Allah melindungi hamba-Nya dari kerusakan, baik kerusakan agama, jiwa,
akal, keturunan, maupun harta. Sebab untuk tujuan
itulah salah satunya syariat Islam diturunkan.
Sekedar menguatkan contoh yang khatib
kemukakan tadi, mengapa Allah mengharamkan perzinaan? Jawabannya adalah untuk
melindungi harkat, martabat, dan keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia
maupun di akhirat. Hadirin, mari kita cermati dengan seksama. Sekarang ini
perzinaan seolah sudah dianggap hal yang lumrah. Para pelakunya seolah tak
merasa dosa. Akibatnya, berapa anak yang lahir tak diinginkan orang tua. Berapa
anak yang dibunuh tanpa dosa. Berapa janin yang menjadi korban aborsi sia-sia.
Padahal, Islam datang untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Caranya, bukan
dengan membebaskan manusia, tetapi dengan melarang perzinaan yang dilakukan
manusia. Tujuannya agar manusia tetap selamat dan terhormat sebagai manusia.
Namun, larangan ini seringkali tidak disadari oleh kita sebagai manusia.
Manusia tidak menyadari keselamatan untuk dirinya sendiri. Karena itu, jika
kita masih sayang kepada keselamatan diri, keluarga, saudara, dan umat manusia,
maka bentengi diri kita dengan berpegang kepada tuntunan Allah. Insya Allah,
upaya membentengi diri kita dan keluarga kita ini juga termasuk jihad dan
membela kehormatan agama.
Maka bersamaan dengan berakhirnya tahun 2019,
marilah kita introspeksi dan menata diri. Marilah bersihkan diri, jernihkan
hati dengan bertaubat, dan sambut masa depan dan tahun mendatang dengan lebih
optimis. Insyaallah, dengan bertaubat dan berusaha kembali kepada tuntunan
Allah, kehormatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kita akan lebih
terjaga dan hidup kita lebih tertata. Itulah khutbah singkat yang dapat
khatib sampaikan. Semoga kita dapat memetik pelajaran dari setiap peristiwa
yang terjadi, dan diberikan kesempatan untuk bertaubat atas segala kekhilafan
yang pernah kita perbuat, demi kemaslahan dunia dan akhirat. Amin ya rabbal
alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ
وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ.
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا
إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ
بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ
نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ
وَقَهْرِ الرِّجَالِ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ
يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
0 Komentar