Senyampang masih berada di awal-awal
ramadhan, ada baiknya memahami bagaimana pelipat-gandaan pahala juga termasuk
puasa selama Ramadhan, sehingga kita dapat lebih awal memasang niat dengan baik
dan mantab, apalagi di masa pandemi, di mana aktifitas dibatasi dan hiruk-pikuk
Idul Fitri dengan aktifitas lebaran sangat jauh dikurangi, bagaimana menjalankan
puasa Ramadhan selama sebulan dan ditambah dengan 6 hari di bulan Syawal
dapat bernilai setara dengan puasa
setahun. Sehingga kita berpuasa sebulan, tapi
serasa puasa setahun .
Hal itu berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari r.a., Nabi Saw.
Bersabda : yang artinya : “ Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti
setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap
amal kebaikan akan dilipat-gandakan 10 sampai 700 kali, kecuali puasa yang akan
dibalas sendiri oleh Alloh swt. berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
“ Siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan
semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715.) maka ketika kita melaksanakan puasa
Ramadhan selama sebulan atau 30 hari, jika dikalikan 10 hasilnya adalah 300
hari, dan jika ditambah dengan puasa sunnah 6 hari syawal, dan 6 dikalikan
sepuluh hasilnya 60 hari, maka 300 hari ditambah dengan 60 hari sama dengan 360
hari yang setara dengan setahun.
Maka bagi seorang muslim yang
menginginkan puasa sebulan tapi serasa berpuasa selama setahun, sebaiknya
menambah 6 hari puasa sunnah di bulan Syawal. Dan jawaban yang
rata-rataterlontar secara reflek “ apa tidak berat, puasa di saat melimpahnya
makanan di rumah-rumah ? “ karena masih dalam nuansa lebaran, atau jika ada
yang berpuasa Syawal yang dilaksanakan langsung sehari setelah Idul Fitri 1
Syawal maka tuan rumah atau teman kerabat selalu melontarkan ucapan yang tidak
memotivasi tapi justru memprovokasi, seperti “ saat melimpah makanan kok puasa?
“ dan komentar lain yang senada.
Sesungguhnya, tatacara pelaksanaan puasa
sunnah Syawal, meski terjadi perbedaan pendapat tentang tatacara
pelaksanaannya, namun yang pasti dilaksanakan selama 6 hari di bulan Syawal,
dan lebih afdhol dilaksanakan segera sehari setelah Idul Fitri atau pada mulai tanggal 2 syawal
secara berurutan, dan untuk wanita yang belum menyempurnakan puasa di bulan
Ramadhan karena halangan, maka sebaiknya menuntaskan qodlo puasanya, baru
melaksanakan puasa Syawal. Bahkan diperbolehkan menjalankan secara random atau
acak yang penting masih dalam bulan Syawal.
Pelaksanaan puasa sunnah Syawal berbeda
dengan puasa Ramadhan khususnya letak niatnya, jika puasa Ramadhan niatnya
harus dilaksanakan sebelum fajar atau di malam harinya, sedangkan puasa sunnah
Syawal dan puasa-puasa sunnah lainnya
boleh meniatkan di pagi hari, bahkan ketika hingga siang tidak makan dan tidak
minum serta melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, niat puasa
sunnahnya dapat dilaksanakan di siang atau waktu dhuha.
Sesungguhnya puasa tidak hanya mencegah
makan dan minum serta kumpul suami istri, namun yang lebih memberikan efek
keutamaan adalah juga mencegah liarnya indera dalam berinteraksi dengan
kehidupan, juga akan lebih utama jika juga mempuasakan keinginan dan fikiran
agar tetap terfokus pad dzikrulloh, sehingga level puasanya dapat mencapai
level utama atau shoumu khowasil-khowas.
Sebagaimana yang telah kita maklumi,
bahwa pencapaian ibadah level tertinggi adalah menyatunya tiga komposisi antara
iman, Islam dan ihsan, di mana harus didasari dengan keimanan yang kokoh, dan
dilaksanakan dengan menegakkan syariat serta melibatkan nuansa ruhani berupa
ikhlas dan sabar.
Demikian juga puasa, yang menurut
pembagian ulama ada tiga level orang yang berpuasa, yakni, pertama : puasanya
orang awam yaitu sebatas mencegah makan, minum dan berkumpul suami istri sejak
terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Dan kedua adalah puasa khowas yaitu
selain mencegah makan, minum dan kumpul dengan istri di siang hari juga
mengendalikan indera dari hal-hal yang termasuk dalam kategori maksiat, dengan
menjaga pandangan, penglihatan, pendengaran dan lisan dari hal-hal yang
dilarang oleh Alloh, dan yang ketiga adalah puasa khowasul-khowas, yakni selain
puasanya orang awam dan orang klhowas, maka ditambah dengan fokus dzikrulloh
dan mempuasakan perasaan dan akal pikiran dari hal-hal yang melanggar syari’at
Alloh.
Dengan menerapkan tatacara puasa Ramadhan
selama sebulan, dan ditambah dengan 6 hari puasa sunnah Syawal, maka puasa yang
dilaksanakan serasa puasa selam setahun penuh, dan jika hal itu dijalankan
setiap tahun maka akan membentuk karakter kepribadian yang mahir mencegah serta
menghindari hal-hal yang dilarang Alloh, maka dapat dibayangkan betapa
sempurnyanya pribadi muslim, tanpa harus memperdebatkan khilafiyah amaliyah
secara besar-besaran yang dapat mengganggu konsentrasidan kekhusyu’an
beribadah, yang pada akhirnya akan menggerus amal-amal kita yang telah kita
lakukan dan kita hanya akan meraih kesia-siaan, bahkan akan kehilangan fadhilah
amal kita.
Memang hasil dari semua amalan yang kita
lakukan sangat ditentukan oleh kuat dan tidaknya niat dan kemauan, maka dengan
memahami hakekat setiap amalan diharapkan dapat memotivasi diri untuk meraih
yang lebih baik, karena dalam memandang dunia berupa harta dan rupa, Nabi saw
menasehati agar melihat yang lebih rendah dari kita agar tidak mudah putus asa
dan agar pandai bersyukur, sedangkan dalam memandang amal atau ibadah hendaknya
melihat yang lebih tinggi agar termotivasi, sebagaimana sabda beliau dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya
: “Jika salah seorang di antara kalian
melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka
lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada akhirnya marilah kita berdoa,
memohon kepada Alloh, mudah-mudahan Ramadhan tahun ini lebih baik dan lebih
bermakna daripada tahun-tahun yang lalu, dan semoga kita dimampukan menjalankan
puasa sunnah Syawal, agar kita mencapai karakter takwa sebagai tujuan berpuasa,
aamiin.
0 Komentar