KHUTBAH IDUL
FITRI
“
Melestarikan amaliyah Ramadhan, menggapai kebahagiaan bertakwa “
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ
أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ”.
اَلْحَمْـدُ لِلَّهِ
رَبِّ اْلمَشَـارِقِ وَاْلمَغَـارِب… خَـلَقَ اْلإِنْسَـانَ مِـنْ طِـيْنٍ لاَزِبٍ
… ثُمَّ جَعَلَهُ نُطْفَةً بَيْنَ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ…خَلَقَ مِنْهُ زَوْجَهُ
وَجَعَلَ مِنْهُمَا اْلأَبْنَاءَ وَاْلأَقَارِبْ.. تَـلَطَّـفَ بِـهِ فَنَـوَّعَ لَـهُ
اْلمَطَـاعِـمِ وَ اْلمَشَـارِبْ… نَحْمَـدُهُ تَبَـارَكَ وَتَعَـالَى حَمْـدَ الطَّـامِعِ
فىِ اْلمَزِيـْدِ وَالطَّـالِبْ… وَنَعُـوْذُ بِنُـوْرِ وَجْـهِـهِ اْلكَـرِيْـمِ
مِـنْ شَـرِّ اْلعَـوَاقِـبْ
وَأَشْـهَـدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اْلقَـوِىُّ اْلغَـالِـبْ … شَـهَـادَةَ مُتَيَقِّـنٍ بِـأَنَّ اْلـوَحْـدَانِيَّـةُ اللهِ أَمْـرٌ لاَزِمٍ لاَزِبْ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَـا مُحَمَّدًا عَبْـدُ اللهِ وَرَسُـوْلِ اْلمَلِكِ اْلـوَاهِبْ … مَا مِـنْ عَـاقِـلٍ إِلاَّ وَعَـلَّمَ أَنَّ اْلإِيْـمَـانَ بِهِ حَقُّ وَوَاجِبْ,
وَأَشْـهَـدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اْلقَـوِىُّ اْلغَـالِـبْ … شَـهَـادَةَ مُتَيَقِّـنٍ بِـأَنَّ اْلـوَحْـدَانِيَّـةُ اللهِ أَمْـرٌ لاَزِمٍ لاَزِبْ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَـا مُحَمَّدًا عَبْـدُ اللهِ وَرَسُـوْلِ اْلمَلِكِ اْلـوَاهِبْ … مَا مِـنْ عَـاقِـلٍ إِلاَّ وَعَـلَّمَ أَنَّ اْلإِيْـمَـانَ بِهِ حَقُّ وَوَاجِبْ,
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ اْلاَوَّابْ, أَمَّا بَعْدُ,
مَعَاشِرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ, أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ, فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ
Kaum
Muslimin, yang berbahagia
Bulan Ramadhan telah berlalu. Bulan yang telah
mengharu biru perasaan kita. Membawa jiwa kita kepada ketinggian dan kemuliaan
jiwa, melalui tangga-tangga takwa. Suasana spiritual kita melambung tinggi
meninggalkan bumi yang kita jejak menuju alam illiyyin. Tiba-tiba di bulan itu
kita mengalami suasana batin yang berbeda. Tiba-tiba kita lebih dekat dengan
masjid, lebih mesra dengan Al-Quran, lebih khusyu’ berhadapan dengan Ar-Rahman.
Seolah kita tak tercipta lagi dari tanah.
Suasana di
rumah menjadi lebih meriah. Masjid ramai oleh jamaah. Kantor menjadi majelis
taklim beriring merdu suara tilawah. Mall dan pusat perbelanjaan berhias
spanduk dan baliho pesan-pesan dan taushiyah. Dengan pramuniaga mengenakan kerudung dan kopiyah. Pun pula host di acara
Entertainment di media elektronik fasih mengucapkan salam dengan wajah
sumringah. Lalu di penghujung bulan suasana bandara, terminal, pelabuhan dan
stasiun kereta sibuk melayani pemudik menjinjing tas dan membawa kopor serta
oleh-oleh sebagai hadiah.
Maka di hari
kemenangan ini, selayaknyalah kumandang takbir, tasbih dan tahmid membahana di
seantero dunia, sebagai rasa syukur kita atas nikmat Alloh, yang telah dicurahkan
kepada kita semua, dengan itu, saya mengajak diri saya dan jamaah sekalian, “
marilah kita tingkatkan kualitas iman dan takwa kita, sebagai buah dari ibadah
dan puasa kita di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, semoga ibadah kita
diterima Alloh sebagai amalan yang menjadi tabungan bekal kita, kelak di
akherat, aamiin
Kaum
Muslimin, rahimakumullah
Mengertilah
kita betapa Ramadhan telah membawa dan menciptakan perubahan, baik pada skala
pribadi, keluarga, lembaga,
dan masyarakat. Harapannya semoga perubahan itu bersumber dari keimanan. Sejak
panggilan cinta dari Arrahman
dari Arasy-Nya “Hai orang-orang beriman, diwajibkan kalian berpuasa,
sebagaimana telah diwajabkan atas orang-orang sebelum kamu”.... di mana,
sesungguhnya puasa itu bukan sekedar urusan perut, mulut, dan syahwat, dan ia
lebih berurusan dengan jiwa. “Agar kalian bertakwa.”
الإِسْلاَمُ عَلاَنِيَةٌ،
وَالْإِيْمَانُ فِي الْقَلْبِ، وَأَشَارَ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
قَائِلاً: اَلتَّقْوَى هَاهُنَا، اَلتَّقْوَى هَاهُنَا
“Islam
adalah yang terang-terangan, iman di dalam hati.” Dan sambil menunjuk ke dadanya
tiga kali beliau bersabda, “Takwa ada di sini, takwa ada di sini.” (HR Ahmad
dari Anas bin Malik)
Dan tahulah
kita jika perubahan dari bersumber dari keimanan, dari hati dan jiwa. Maka
perubahan itu menjadi massif dan universal, raga dan fisik kita turut berubah.
Pikiran dan perasaan kita ikut berbenah. Cita-cita dan harapan kita terarah.
Intuisi kita terasah. Lalu lahirlah peradaban manusia yang membawa mereka
kepada kebaikan dan ketinggian level kemanusiaan.
Sejarah
telah membuktikan betapa manusia akan hidup harmoni apabila dikendalikan oleh
nilai dan peradaban yang bersumber dari langit, dari hati dan jiwa. Timur dan
Barat merasakan damainya, tenteramnya, kasih sayangnya, keadilannya, dan
keindahannya. Potensi alam dan manusia tereksplorasi secara maksimal dan
kemakmurannya terdistribusikan secara merata dan proporsional. Keberkahan
langit dan bumi menyatu lalu dicurahkan demi kepentingan manusia.
Tempat
kehidupan manusia memang di bumi, namun sumber kehidupan yang sejatinya adalah
berasal dari langit. Manusia memang hidup dan beraktivitas dengan fisiknya,
namun ia tak berarti apa-apa tanpa kehidupan hati dan jiwanya.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا
فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ
مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ
لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Apakah
orang yang sudah mati ,kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya
cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah
masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap
gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami
jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am:
122)
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ
الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
“Dan berilah
perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang
Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka
bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Kahfi: 45)
Rasulullah
saw bersabda,
أَلاَ إِنَ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ
إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah
bahwa di dalam tubuh ada segumpal darah, jika ia sehat, sehat pula seluruh
jasad, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia
adalah hati.” (HR.Bukhari)
Abu Hurairah
mengatakan, “Hati adalah raja dan tubuh adalah tentaranya, jika raja itu baik,
baik pula tentaranya dan jika raja itu jahat maka jahat pula tentaranya.”
Begitu pula
dengan bumi, ia akan ada kehidupan dengan kesuburan dan keindahannya serta
rizki manakala ada peran langit.
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا
تُوعَدُونَ
“Dan di
langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu[1418] dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu.” (Az-Dzariyat: 22)
Kaum
Muslimin, yang dirahmati Alloh
Namun apa
jadinya jika kehidupan manusia dikendalikan oleh jasad dengan segala tuntutan
dan syahwatnya. Dengan ego dan kebodohannya. Bisa dipastikan bahwa produk yang
dihasilkannya, baik yang berupa amal, kata-kata, bahkan pikirannya.. tidak akan
jauh berbeda dengan karakternya. Fungsi-fungsi ruh dan jiwa tidak lagi berguna.
Dan saat itu tak ada bedanya manusia dengan makhluk lain yang diciptakan dari tanah
yang sama.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ
فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي
الصُّدُورِ
“Maka Apakah
mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu
mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46)
Demikian
pula jika seluruh kehidupan ini dikendalikan dan diatur oleh unsur tanah dan
bumi dengan segala produk bumi dalam hal nilai, aturan, undang-undang, budaya,
dan estetika. Maka tidak akan ada harmoni di dalamnya. Akan terjadi kontradiksi
pada tataran pelaksanaannya, bahkan akan terjadi bencana yang tiada
berkesudahan.
Apa yang
terjadi di tengah kehidupan akhir-akhir ini, di mana kebutuhan jasad menjadi
prioritas, sementara kebutuhan ruhani menjadi ke berapa atau bahkan diabaikan
sama sekali, hal ini..merupakan biang dan sumber kekacauan dan ketimpangan di
mana-mana, karena bukan wahyu dan titah langit yang menjadi sumber acuan, dan
bukan hidayah Alloh serta tekun ibadah yang menyemai manusia.
Maka
keadilan ilahiyah tidak lagi ditegakkan. Kebaikan dan keburukan tidak jelas
ukurannya. Siapa yang punya kuasa, dialah yang bisa memaksakan kebaikan versi
dirinya. Manusia menuruti kehendak dan nafsu syahwat hayawaniyahnya, dengan
mengabaikan norma dan aturan Alloh yang telah mencipta manusia. sehingga
kejahatan dan kemaksiatan terjadi dimana-mana, tanpa ada perasaan bersalah oleh
pelakunya, bahkan orang baik dan taat, tidak lagi menjadi panutan dan sesuatu
yang diinginkan
Allohu
Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum
Muslimin, rahimakumullah
Puasa
menciptakan harmoni hubungan antar jasad dan ruh, antar fisik dan jiwa dan
menjadikan jiwa sebagai pusat kendali. Harmoni hubungan antara langit dan bumi.
Insan bertakwa adalah yang kakinya menjejak bumi namun kepalanya menjelajah
langit. Yang berjalan di tengah manusia, bergaul dan bergumul, memberi dan
menerima. Perkataan dan perbuatannya bersumber dari jiwa dan hati yang
sepenuhnya berada dalam genggaman Ar-Rahman, Alloh-Tuhannya. Itulah suasana
Ramadhan yang indah dan penuh kemesraan.
Namun, bulan
lain adalah bulannya Allah juga, sebagaimana bulan Ramadhan. Hari lain adalah
hari-harinya Allah. Jika di bulan Ramadhan kita merasakan keindahan suasana
spiritual kita. Itu bukan semata karena momen Ramadhannya semata. Betapa banyak
manusia yang di bulan suci kemarin tetap dikuasai oleh setannya, syahwatnya,
nafsunya, dan tuntutan jasad badannya. Maka agar harmoni ini tidak segera
berlalu dengan berlalunya bulan Ramadhan. Berikut ini adalah suasana yang tetap
bisa dijaga, sesuatu yang tetap dapat kita lakukan meski berlainan bulan dan
berbeda hari. Dan kita tetap menjadi hamba Allah di bulan Ramadhan dan di luar
bulan Ramadhan.dengan menautkan ruhani kita kepadaNya saja.
1. Mengikat
Diri dengan Akhirat dan Apa yang Dijanjikan Allah
Nuansa
spiritual sangat terasa selama bulan Ramadhan. Amal dan ibadah kita jelas
sekali orientasinya. Kita berharap balasan dan janji Allah. Dengan janji-janji
pahala dan surga kaum Muslimin gegap gempita memenuhi panggilan Allah. Berlapar
dahaga dan berlelah-lelah rela dialami demi meraih pahala Allah. Kantuk ditahan
agar bisa mengeja Al-Quran karena berharap syafaatnya. Hingga surga terasa di
depan mata.
Orientasi
akhirat membuat si kaya tak tertipu
dengan kekayaannya dan tidak menjadikannya sombong dengan kekayaannya.
Kekayaannya tidak menjadikannya bangga diri dan merasa lebih mulia dari yang
lain. Justru dengan kekayaannya membuatnya khawatir terhadap beban
pertanggung-jawabannya menjadi berat di akhirat kelak. Orientasi akhirat dan
apa yang ada di sisi Allah membuat si miskin tidak minder dengan kemiskinannya.
Bahkan kemiskinannya membuatnya merasa bangga dan bahagia karena beban
pertanggung-jawabannya lebih ringan di akhirat nanti.
Dengan mefokuskan
orientasi ke akhirat, maka semua yang terjadi menimpa kita, mulai : rasa sedih,
gembira, derita, bahagia, sakit, sehat, lapang, sempit, mudah, susah, malang,
mujur, dizalimi, dimuliakan, dihina, disanjung, semuanya adalah kendaraan yang
membuat orang beriman berselancar menuju kenikmatan dan balasan akhirat. Karena
semua yang terjadi di dunia adalah fana dan sementara dan akan berakhir. Namun
kampung akhiratlah yang kekal dan abadi selama-lamanya
وَاْلآخِرَةُ خَيْرٌ وَّ أَبْقَى
“Dan akhirat
itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 17)
2. Menjaga
Syiar-syiar Ibadah
Syiar-syiar
ibadah ibarat terminal-terminal kehidupan. Di terminal-terminal itu kita
berhenti sejenak untuk menambah bekal perjalanan dan menambah bahan bakar
kendaraan. Sembari mengevaluasi perjalanan yang kita lewati. Dari shalat ke
shalat, dari satu ibadah ke ibadah yang lain. Demikian pula dengan ibadah lain,
seperti sholat, puasa, zakat, dan haji/umroh.
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو
اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا
رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ
الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ؛
فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Maukah aku
tunjukkan kepada kalian tentang kesalahan-kesalahan yang dihapus Allah dan
mengangkat derajatnya?” Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau
bersabda, “Menyempurnakan wudhu terhadap bagian-bagian yang tidak disukai,
memperbanyak langkah menuju masjid. Dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah
ribath.” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah)
3. Menjaga
Suasana Keberagamaan dalam Keluarga dan Masyarakat
Di bulan
Ramadhan kemarin kita beribadah bersama keluarga. Anak-anak yang belum baligh
pun mulai diajari berpuasa. Di masjid penuh dengan suara gaduh anak-anak
bermain dan bercanda. Beberapa daerah membuat perda larangan berjualan makanan
di siang hari untuk menghormati yang sedang berpuasa. Hampir semua stasiun
televisi membuat acara spesial edisi Ramadhan. Di kampung-kampung maupun di
kota para pedagang menjajakan aneka makanan dan minuman berbuka. Itu adalah
syiar-syiar Ramadhan yang memasuki seluruh wilayah kehidupan di semua segmen,
utamanya segmen keluarga dan masyarakat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim:
6)
Maka setelah
Ramadhan suasana itu tetap perlu dan harus kita dijaga. Anak-anak tetap perlu
diajak memakmurkan masjid. Masyarakat perlu dilibatkan dalam menjaga suasana
keberagamaan, menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Masing-masing
bertugas di posnya masing-masing sesuai dengan kapasitasnya. Da’i, guru, tokoh
agama, pemerintah dengan berbagai levelnya, saling menguatkan dan bahu membahu
untuk beristiqomah dalam ibadah, sehingga akan tampak kebersamaan dan
keberagaman, dan suasana kekeluargaan dan perbedaan aktifitas dan profesi
Allohu
Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum
Muslimin, rahimakumullah
4. Interaksi
dengan Al-Quran
Baik dengan
membacanya, menghafalnya, mentadaburinya, dan mengamalkannya. Rutinitas tilawah
akan menjaga spiritual seorang mukmin. Jika di bulan Ramadhan kemarin
masing-masing pribadi memiliki target mengkhatamkan tilawah Al-Quran, pasca
Ramadhan jangan sampai kitab suci itu ditinggalkan dan diabaikan. Harus tetap
memiliki target meski secara kuantitas berkurang daripada bulan Ramadhan.
Sehingga kita termasuk ke dalam apa yang digambarkan oleh Alloh dalam
al-Qur’an, Surah al-Furqon : 30
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ
قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Berkatalah
Rasul, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran itu sesuatu yang
tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 30)
5. Menjauhi
Kemungkaran semampu mungkin
Karena untuk
menjadi pribadi yang shalih adalah dengan melakukan kebaikan dan menjauhi
kemungkaran. Jika pada bulan Ramadhan kita mampu menahan diri dari kemungkaran,
baik pada perbuatan, lisan, dan hati. Di
luar bulan Ramadhan-pun kemungkaran tidak berubah menjadi kebaikan, ia tetap
sebagai keburukan dan dosa yang mesti dijauhi. Kemampuan mengendalikan diri di
bulan Ramadhan harus dijadikan ilmu dalam mencegah setiap yang mungkar. Jika pada bulan Ramadhan kita
mampu menjauhi kemaksiatan, bukan lantas di luar Ramadhan kita bebas mengumbar
hawa nafsu dan mempertontonkan kemaksiatan.namun justru harus bersikeras
menahan diri, sehingga tetap terjaga kesucian dan fitrah kita.
Kendatipun
intensitas nasihat dan taushiyah di berbagai tempat dan media berkurang, bahkan
tak jarang di antaranya ada yang mengajak dan memaksa manusia melakukan
kemaksiatan. Maka semangat Ramadhan tidak boleh melemah dalam membentengi diri
dari dosa dan kemungkaran. Bukankah Allah telah jadikan puasa sebagai tameng
dan benteng?
Sebagaimana Rasulullah
saw bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa
adalah perisai.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)
Kaum
Muslimin, hafidzakumullah
Memang puasa
tidak lantas menjadikan kita menjadi malaikat. Orang-orang bertakwa bukanlah
mereka yang menafikan unsur jasad dengan menyuplai semua kebutuhan ruh mereka.
Namun puasa mengembalikan unsur ciptaan kita berperan secara proporsional
sebagaimana ia digariskan. Apa lagi di zaman akhir ini. Di mana dominasi ketertarikan
jasad begitu meraja lela. Saking melampaui batasnya, sering kali manusia hendak
mengambil alih peran-peran ketuhanan, ia sering mengabaikan keberadaan Alloh,
dan semakin jauh dari kedekatan denganNya.
Maka, marilah
kita naikkan spiritual kita dengan istiqomah melaksanakan ibadah, agar ruh
menjadi semakin lapang, sehingga dapat menikmati hidup, yang sesungguhnya
memang indah.
Marilah kita
kuatkan keimanan kita, dengan menancapkan keyakinan bahwa Alloh lah yang
memiliki sifat Maha atas diri kita yang lemah ini.
Jasad yang kita
banggakan kelak akan dikubur di perut bumi, sedangkan ruh kita akan menjalani
perjalan di beberapa alam hingga kiamat nanti.
Marilah Bermi’raj
ke langit dengan sujud dan ruku’ yang dapat kita rasakan di shalat-shalat wajib
dan sunnah, agar dapat kita rasakan damainya hati, sehatnya jasad, tenteramnya
pikiran.
Naiklah ke
ketinggian malakutus-sama’ dengan zikirmu dan nikmatilah keindahan
langlang buanamu
Pada akhirnya,
marilah kita tengadahkan tangan ke langit dengan kerendahan hati dan kehinaan
jiwa di hadapan Dzat yang Maha Suci dan Maha Sempurna, memohon semoga Alloh
selalu membuat kita semangat beribadah, sehingga ruhani kita kaya dan selalu
dengat denganNya, dan semoga dengan puasa ramadhan tahun ini, kita termasuk
hambaNya yang muttaqin, kembali kepada kesucian dan menjadi pemenang, aamin ya
mujiibassailiin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ
العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ, وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ
مِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْمْ, وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ
وَ الْفَائِزِيْن
KHUTBAH 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ
كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.
اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا
لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى
اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ
اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَاجْعَلْنَا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا
وَانْفَعْنَا ِبمَا عَلَّمْتَنَا وَفَقِّهْنَا فيِ دِيْنِكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وِانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُؤْمِنِيْنَ فيِ كُلِّ مَكَانٍ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتَ
رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَ فِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
0 Komentar