RAMADHAN  DI TENGAH KESEDERHANAAN
Oleh : H. Yusron Kholid
Sekretaris Umum DP-MUI Kab. Magetan

Bulan Ramadhan selalu identik dengan kesuka-citaan umat muslim dalam menyambut dan memanfaatkan momen yang penuh berkah tersebut, hal itu ditandai dengan meningkatnya aktifitas di masjid dan musholla dengan berbagai ibadah yang tidak terjadi di luar ramadhan.
Namun Ramadhan tahun ini sungguh sangat berbeda karena dengan mewabahnya corona virus deases 19 atau yang dikenal dengan Covid-19 di seantero jagad yang telah menginveksi ratusan negara di dunia, pun Indonesia.
Maka Ramadhan harus dilalui dengan kesederhanaan tanpa mengurangi esensi kewajiban berpuasa di bula tersebut dan tidak mengurangi kekhidmatan serta keberkahannya, karena setiap muslim yang mukmin telah menerima informasi super valid tentang ujian dan cobaan yang akan diterimanya dari Alloh, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah 2: 155 Wa lanabluwannakum bisyai`im minal-khaufi wal-jụ'i wa naqṣim minal-amwāli wal-anfusi waṡ-ṡamarāt, wa basysyiriṣ-ṣābirīnyang artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Selain itu, kita sudah dididik dan ditempa oleh syari’at Islam agar pandai mengambil hikmah dari setiap takdir kehendak Alloh, sebagaimana firman Alloh dalam Q.S. al-Baqarah 2:269 yang artinya : Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya . Dan barangsiapa yang diberi hikmah maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.,
Maka momentum Ramadhan 1441 H yang kebetulan bersamaan dengan merebaknya pandemi covid-19 tentu banyak hikmah yang dapat kita petik, diantaranya :
1.    Mendidik jiwa agar bertahan bahagia dalam kesederhanaan, di mana seringkali kita lepas kendali saat momentum Ramadhan seperti ini, dan sering lupa tentang kesederhanaan yang seharusnya menjadi ciri kematangan iman dan Islam seseorang, di mana kesederhanaan ini identik dengan zuhud yang dilakukan para Salafus-sholih, sedangkan kita yang hidup di era digital millenial ini tentu amat kesulitan menerapkan zuhud sebagaimana yang diterapkan oleh para salafus-sholih, namun barangkali kita lebih mudah menerapkan kesederhanaan, sederhana dalam berperilaku hidup, sederhana dalam berpikir dan berkeinginan serta sederhana dalam berbicara dan berkomentar, yang di era ini sangat sulit untuk diwujudkan. Padahal nilai puasa Ramadhan secara filosofis adalah mengembalikan pola hidup Islami yang hakiki, yakni pola-pola kesederhanaan tersebut.
Seringkali kita saksikan – pada Ramadhan tahun-tahun lalu – betapa banyak diantara kita yang justru lebih sibuk menyiapkan menu berbuka dan makan sahur ketimbang membaca al-qur’an di rumah, atau juga disibukkan dengan agenda bukber ( berbuka bersama ) ketimbang khusyuk di majelis ilmu, dan betapa mulai pertengahan hingga akhir Ramdhan justru pusant-pusat bekanja yang ramai ketimbang masjid dan musholla. Maka nuansa Ramadhan tahun ini yang berbeda seakan Alloh meminta untuk muhasabah mawasdiri tentang kesederhanaan hidup, dan ironinya kita manusia ini seringkali mau tunduk dan mengikuti perintah jika terpaksa dan dipaksa

2.    Melatih mengendalikan rengekan nafsu dengan mudah, di mana di masa-masa normal dan tidak sedang dalam kondisi pandemi seperti ini, kita sering memanjakan permintaan nafsu, meski kadang dengan dalih ketaatan kepada Alloh dikuatkan dengan dalil-dalil yang kuat, namun jarang kita menyadari bahwa dorongan nafsu itu sebuah bisikan jiwa yang sering menjerumuskan manusia kepada kelalaian akan tugas dan tanggungjawab hidup sejatinya yaitu mengabdi dan beribadah kepada Alloh, sehingga seringkali manusia terbuai bujuk nafsu saat ia beribadah, seperti saat Ramadhan menu makanan harus lebih enak dan lezat, atau harus bertadarus membaca al-Qur’an ketika di masjid saja, atau juga bermalas-malasan di pagi dan siang hari sementara sore dan malamnya kita manjakan perut dan syahwat kita.
Namun di masa wabah pandemi covid 19 seperti sekarang ini, dimana kita harus menjaga jarak dan membiasakan diri hidup bersih dan sehat, juga dibatasinya kita keluyuran di luar rumah dan aturan keamanan kesehatan yang lainnya tentu akan membuat nuansa ramadhan tahun ini memberi hikmah tentang keharusan kita mampu mengendalikan tuntutan nafsu, yang barangkali di tahun-tahun yang lalu kita merasa sulit mewujudkan itu, tapi tahun ini seakan Alloh memaksa kita untuk membiasakan diri tidak mengiyakan rengekan nafsu yang hanya ingin dipuaskan sepuas-puasnya meski dengan rangkaian ritual selama Ramadhan. Padahal ada satu bisikan jiwa yang sering diabaikan, yakni panggilan Ilahi dari jiwa yang suci. Yang juga harus kita pahami tentang bisikan,dorongan dan tuntutan jiwa, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghozali dalam kitab Minhajul Abidin, ada empat bisikan dan dorongan jiwa yang menuntut kita untuk dipenuhi, satu bisikan Alloh yang sangat lembut dan seringkali tak terdengar oleh jiwa kita yang kita kenal sebagai ilham, yakni bisiskan dan dorongan tentang kebaikan dan ketaatan, dan tiga bisikan lain yang begitu kuat dan dahsyat mendorong dan merongrong jiwa kita, yakni bisikan makhluk yang berupa makhluk di sekitar kita, mulai dari flora, fauna atau manusia, termasuk di dalamnya teman, saudara, pasangan, anak-anak atau atasan dan rekan kerja, lalu bisikan syetan yang jelas-jelas mendorong kita untuk merbuat maksiat dan munkar, serta bisikan nafsu yang melulu mendorong untuk suka-suka, senang-senang dan memuaskan rasa jiwa.
Maka Ramadhan tahun ini tentu akan lebih mudah bagi kita untuk mengendalikan keinginan dan dorongan nafsu karena situasi dan kondisi yang memang tidak mendukung karena diterapkannya protokol kesehatan akibat covid-19.
3.    Wahana untuk menimbang kualitas iman dan takwa, sebuah tujuan pincak dari ritual shoum pada bulan Ramadhan adalah tercapainya kualitas ketakwaan yang paripurna. Di mana hal itu sangat sulit untuk direalisasikan pada Ramadhan dengan suasana normal atau tanpa wabah virus corona. Maka Ramdahan tahun ini dengan banyaknya aturan,edaran dan perangkat tentang pengamanan protokol kesehatan, seperti  edaran Menteri Agama nomor 6 tahun 2020, Taushiyah MUI  Menyambut Ramadhan dalam Situasi Covid-19 dan lainnya yang memberi arahan dan autran dalam pelaksanaan ibadah selama Ramadhan 1441 H ini, akan menjadi sarana menguji diri, apakah kita tetap bersemangat dalam memaksimalkan ibadah selama Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya, atau justru kita melempem dan hilang semangat, sebab seperti ditiadakannya buka bersama ( ifthar Jama’i ), sholat Tarawih dan i’tikaf yang dianjurkan di rumah masing-masing, tadarus al-Qur’an yang juga dianjurkan dilakukan di rumah serta aktifitas ibadah lainnya, tentu terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana yang sering kita dengar ungkapan “ gak asyik kalau tidak ramai-ramai “ apakah itu juga terjadi pada diri kita ?.
Maka Ramadhan di tengah wabah pandemi covid-19 ini akan benar-benar menguji dan menimbang kulaitas keimanan dan ketakwaan kita

Pada akhirnya kita berharap, meski Ramadhan berlangsung dalam nuansa yang serba sulit, semoga Ramadhan tahun ini berhasil membentuk jiwa kita menjadi pribadi yang sederhana yang mampu mengendalikan rengekan hawa nafsu dan berhasil mencapai derajat ketakwaan yang sempurna dan paripurna, aamiin.